Jumat, 25 April 2014

Teori Kepribadian Sehat Menurut Allport dan Carl Roger



A.     Allport : Ciri-ciri Kepribadian yang Matang
Tujuh kriteria kematangan ini merupakan pandangan-pandangan Allport tentang sifat-sifat khusus dari kepribadian sehat.

1.         Perluasan Perasaan Diri
Ketika dia berkembang, maka diri itu meluas menjangkau banyak orang dan benda. Mula-mula diri berpusat hanya pada individu. Kemudian ketika lingkaran pengalaman bertumbuh maka diri bertambah luas meliputi nilai-nilai dan cita-cita yang abstrak. Dengan kata lain,  ketika orang menjadi matang, dia mengembangkan perhatian-perhatian di luar diri. Akan tetapi tidak cukup hanya berinteraksi dengan sesuatu atau seseorang di luar diri seperti pekerjaan. Orang harus menjadi partisipan yang langsung dan penuh. Allport menamakan hal ini “pasrtisipasi otentik yang dilakukan oleh orang dalam beberapa suasana. Yang penting dari usaha manusia”. Orang harus meluaskan diri ke dalam aktivitas.
      
2.         Hubungan Diri yang Hangat dengan Orang-orang lain.
Allport membedakan dua macam kehangatan dalam hubungan dengan orang-orang lain : kapasitas untuk keintiman dan kapasitas untuk perasaan terharu.

Orang yang sehat secara psikologis mampu memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orangtua, anak, partner, teman akrab. Apa yang dihasilkan oleh kapasitas untuk keintiman ini adalah suatu perasaan perluasan diri yang berkembang baik. Orang mengungkapkan partisipasi otentik dengan orang yang dicintai dan memperlihatkan kesejahteraan individu sendiri. Syarat lain bagi kapasitas untuk keintiman ialah suatu perasaan identitas diri yang berkembang dengan baik.

3.     Keamanan Emosional
Sifat dari kepribadian yang sehat ini meliputi beberapa kualitas; kualitas utama adalah penerimaan diri. Kepribadian-kepribadian yang sehat mampu menerima semua segi dari ada mereka, termasuk kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan tersebut.

Orang-orang yang sehat mampu berusaha bekerja sebaik mungkin dan dalam proses mereka berusaha memperbaiki diri mereka. Kepribadian-kepribadian yang sehat juga mampu menerima emosi-emosi manusia dan bukan tawanan dari emosi-emosi itu.

Kepribadian-kepribadian yang sehat mengontrol emosi-emosi mereka. Kontrol ini bukan merupakan represi tetapi emosi-emosi diarahkan kembali ke dalam saluran-saluran yang lebih konstruktif.

Kualitas lain dari keamanan emosional ialah apa yang disebut Allport “sabar terhadap kekecewaan”. Hal ini menunjukkan bagaimana seseorang bereaksi terhadap tekanan dan terhadap hambatan dari kemauan-kemauan dan keinginan. Orang-orang yang sehat sabar menghadapi kemunduran-kemunduran ini.

Orang-orang yang matang tidak dapat begitu sabar terhadap kekecewaan, tidak dapat begitu menerima diri, atau tidak dapat begitu banyak mengontrol emosi mereka, jika mereka tidak merasakan suatu perasaan dasar akan keamanan.

4.     Persepsi Realistis
Orang-orang yang sehat memandang dunia mereka secara objektif. Orang-orang yang sehat tidak perlu percaya bahwa orang-orang lain atau situasi-situasi semuanya jahat atau semuanya baik menurut suatu prasangka pribadi terhadap realitas. Mereka menerima realitas sebagaimana adanya.

5.     Keterampilan-keterampilan dan Tugas-tugas
Allport menekankan pentingnya pekerjaan dan perlunya menenggelamkan diri sendiri di dalamnya. Keberhasilan dalam pekerjaan menunjukkan perkembangan keterampilan-keterampilan dan bakat-bakat tertentu suatu tingkat kemampuan dan menggunakan keterampilan-keterampilan itu secara ikhlas, antusias, melibatkan dan menempatkan diri sepenuhnya dalam pekerjaan kita.

Tidak mungkin mencapai kematangan dan kesehatan psikologis yang positif tanpa melakukan pekerjaan yang penting dan melakukannya dengan dedikasi, komitmen, dan keterampilan-keterampilan.

6.     Pemahaman Diri
Usaha untuk mengetahui diri secara objektif mulai pada awal kehidupan dan tidak akan pernah berhenti, tetapi ada kemungkinan mencapai suatu tingkat pemahaman diri (self-objectification) tertentu yang berguna dalam setiap usia.

Pengenalan diri yang memadai menuntut pemahaman tentang hubungan / perbedaan antara gambaran tentang diri yang dimiliki seseorang dengan dirinya menurut keadaan yang sesungguhnya.

Orang yang memiliki suatu tingkat pemahaman diri (self-objectification) yang tinggi atau wawasan diri tidak mungkin memproyeksikan kualitas-kualitas pribadinya yang negatif kepada orang-orang lain.

7.     Filsafat Hidup yang Mempersatukan
Orang-orang yang sehat melihat ke depan, didorong oleh tujuan-tujuan dan rencana-rencana jangka panjang. Allport menyebut dorongan yang mempersatukan ini “arah” (directness), dan lebih kelihatan pada kepribbadian-kepribadian yang sehat. Arah itu membimbing semua segi kehidupanseseorang menuju sautu tujuan (atau rangkaian tujuan) serta memberikan orang itu suatu alasan untuk hidup. Jadi, bagi Allport rupanya mustahil memiliki suatu kepribadian yang sehat tanpa aspirasi-aspirasi dan arah ke masa depan.

Mungkin kerangka untuk tujuan-tujuan khusus itu aadalah ide tentang nilai-nilai. Allport menekankan bahwa nilai-nilai (bersama dengan tujuan-tujuan) adalah sangat penting bagi perkembangan suatu filsafat hidup yang mempersatukan.

Suara hati ikut juga berperan dalam suatu filsafat hidup yang mempersatukan. Suara hati yang matang adalah suatu perasaan kewajiban dan tanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada orang-orang lain, dan mungkin berakar dalam nilai-nilai agama atau nilai-nilai etis.

B.    Carl Rogers : Perkembangan Kepribadian

1.    Motivasi Orang yang Sehat : Aktualisasi.
Rogers menempatkan suatu dorongan – “satu satu kebutuhan fundamental” – dalam sistemnya tentang kepribadian : memeliharakan, mengaktualisasikan, meningkatkan semua segi individu. Kecenderungan ini dibawa sejak lahir dan meliputi komponen-komponen pertumbuhan fisiologis dan psikologis, meskipun selama tahunawal kehidupan, kecenderungan tersebut lebih terarah kepada segi-segi fisiologis

Menurut Rogers (1959), bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar saat sebagian pengalaman mereka telah dipersonalisasikan dan dibedakan dalam kesadaran pengalaman sebagai “aku” (“I”) atau “diriku” (“me”).

Saat bayi telah membangun struktur diri yang mendasar, kecenderungan mereka untuk aktualisasi mulai berkembang. Aktualisasi diri (self-actualization) merupakan bagian dari kecenderungan aktualisasi sehingga tidak sama dengan kecenderungan itu sendiri. Kecenderungan aktualisasi merujuk pada pengalaman organisme dari individu; sehingga hal tersebut merujuk pada manusia secara keseluruhan – kesadaran dan ketidaksadaran, fisiologis dan kognitif. Rogers (1959) mengajukan dua subsistem, yaitu konsep diri (self-concept) dan diri ideal (ideal self).

2.    Konsep Diri
Konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari (walaupun selalu tidak akurat) oleh individu tersebut. Konsep diri tidak identik dengan diri organismik.

3.    Diri Ideal
Subsistem kedua dari diri adalah diri ideal, yang didefinisikan sebagai pandangann seseorang atas diri sebagaimana yang diharapkannya. Diri ideal meliputi semua atribut, biasanya yang positif, yang ingin dimiliki oleh seseorang. Perbedaan yang besar antara diri ideal dan konsep diri mengindikasikan inkongruensi dan merupakan kepribadian yag tidak sehat. Individu yang sehat secara psikologis, melihat sedikit perbedaan antara konsep dirinya dengan ap yang mereka inginkan secara ideal.

PENGERTIAN STRESS


Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.

Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.

Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif, apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif organisme.

Sedangkan menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.

a.     Arti penting stress
Stres adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.  Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat.
Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka.

b.    Tipe-tipe stress psikologis

Frustasi
Frustasi muncul karena adanya kegagalan saat ingin mencapai suatu hal/tujuan. Misalnya seseorang mengalami kegagalan dalam pekerjaan yang mengakibatkan orang tersebut harus turun jabatan. Orang yang memiliki tujuan tersebut mendapat beberapa rintangan/hambatan yang tidak mampu ia lalui sehingga ia mengalami kegagalan atau frustasi. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, krisis ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain.

Konflik
Konflik ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Saat seseorang dihadapkan dalam situasi yang berat untuk dipilih, orang tersebut akan mengalami konflik dalam dirinya. Bentuk konflik digolongkan menjadi tiga bagian, approach-approach conflict, avoidant-avoidant conflict, approach-avoidant conflict
  • approach-approach conflict adalah suatu konflik antara dua tujuan yang positif , tujuan-tujuan secraa bersama itu mempunyai daya tarik yang sama. Misalnya: suatu konflik psikologis muncul ketika seseorang lapar dan ngantuk pada saat yang sama.
  • avoidant-avoidant conflict adalah konflik yang melibatkan dua tujuan negatif, dan ini suatu pengalaman yang biasa. Misalnya: seorang siswa harus belajar untuk dua hari berikutnya untuk satu ujian atau mendapatkan kegagalan.
  • approach-avoidant conflict adalah konflik yang paling sulit dipecahkan. Dalam jenis konflik  ini, seseorang tertarik dan menolak objek tujuan yang sama. Karena valensi positif dari tujuan ini, orang mendekatinya; tetapi jika didekati, valensi negatifnya semakin kuat. Jika, pada satu titik mendekati tujuan, aspek-aspek yang menghambat menjadi lebih kuat daripada aspek-aspek positif, orang akan menghentikan usahanya sebelum mencapai tujuan. Karena tujuan tidak tercapai individu bias menjadi frustasi.

Tekanan
Tekanan timbul dari tuntutan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan tekanan dalam diri seseorang. Tekanan juga berasal dari luar diri individu, misalnya seorang teman yang memaksa kita agar memberi contekan disaat ujian berlangsung.

Kecemasan
Kecemasan adalah emosi tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaan seperti “khawatir”, “prihatin”, “tegang”, dan “takut” yang dialami oleh semua manusia tetapi dengan kadar dan tingkatan yang berbeda-beda. Misalnya seorang anak yang sering dimarahi ibunya, anak tersebut akan merasakan kecemasan yang cukup tinggi jika ia melakukan hal yang akan membuat ibunya marah padahal ibu si anak tersebut belum tentu marah padanya.
COPING STRESS
A. Pengertian dan Jenis-jenis Coping 

1. Pengertian Coping 

Coping berasal dari kata “coping” yang berarti penanggulangan (to cope with = mengatasi, menanggulangi). Coping adalah ciri-ciri individu dalam menghadapi situasi yang tertekan. Istilah Coping merupakan istilah khusus individu yang digunakan dalam menghadapi situasi yang tertekan atau stress. 

Coping adalah sebuah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik yaitu stres. apabila mekanisme Coping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi  terhadap perubahan atau beban tersebut (Ahyar,2010). Sedangkan menurut Lazarus (1985), Coping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu. 

Coping dibagi menjadi 2 yaitu :

- Coping Negatif : Menimbulkan persoalan dikemudian hari, bahkan sangat mungkin menyebabkan gangguan pada diri individu.

- Coping Positif : Biasanya digunakan agar individu tersebut menjadi lebih dewasa, lebih matang dan lebih bahagia dalam menjalani hidupnya. 

2. Jenis- jenis Coping

a.    Emotional focus Coping
Digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Pengaturan ini melalaui perilaku individu, seperti: penggunaan alcohol, bagaimana meniadakan fakta - fakta yang tidak menyenangkan, melalui strategi kognitif. Bila individu tidak mampu  mengubah kondisi yang ‘stresfull’ individu akan cenderung untuk  mengatur emosinya.

b.    Problem focus Coping
Digunakan untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini, bila yakin akan dapat menubah situasi. Coping dibagi dua bagian, yaitu memfokuskan pada pemecahan masalah dan memfokuskan pada emosi.

Jenis jenis coping yang konstruktif dan positif

1)   Coping yang konstruktif (adaptif)
Merupakan suatu kejadian dimana individu dapat mengatur berbagai tugas mempertahankan konsep diri, mempertahankan hubungan dengan orang lain, mempertahankan emosi dan pengaturan stres (Carpenito, 2000).

2)   Coping positif (sehat)
a.    Antisipasi
Antisipasi berkaitan dengan kesiapan mental individu untuk menerima suatu perangsang. Ketika individu berhadap dengan konflik-konflik emosional atau pemicu stres baik dari dalam maupun dari luar, dia mampu mengantisipasi akibat-akibat dari konflik atau stres tersebut dengan cara menyediakan alternatif respon atau solusi yang paling sesuai.

b.    Afiliasi
Afiliasi berhubungan dengan kebutuhan untuk berhubungan atau bersatu dengan orang lain dan bersahabat dengan mereka. Afiliasi membantu individu pada saat menghadapi konflik baik dari dalam dan luar, dia mampu mencari sumber- sumber dari orang lain untuk mendapatkan dukungan dan pertolongan.

c.    Altruisme
Altruisme merupakan salah satu bentuk Coping dengan cara mementingkan kepentingan orang lain. Konflik-konflik yang memicu timbulnya stres baik dari dalam maupun dari luar diri dialihkan dengan melakukan pengabdian pada kebutuhan orang lain.

d.    Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stres dengan cara mengekspresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara lengsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain.

e.    Pengamatan diri (Self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspeksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran diri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, ciri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam.